Ingat! Ada Kewajiban Pasca Mengikuti Tax Amnesty

Bagi Wajib Pajak yang telah menyampaikan Surat Pernyataan Harta beserta lampirannya sesuai ketentuan sebagaimana dimaksud pada Pasal 14 ayat (6) Peraturan Menteri Keuangan Nomor 118/PMK.03/2016 tentang Pelaksanaan Undang-undang No. 11 Tahun 2016 tentang Pengampunan Pajak dan telah diberikan Tanda Terima Surat Pernyataan serta telah memperoleh Surat Keterangan Pengampunan Pajak yang diterbitkan oleh Kepala Kantor Wilayah DJP, tentunya Wajib Pajak dapat bernafas dengan lega karena Wajib Pajak yang telah diterbitkan Surat Keterangan memperoleh fasilitas Pengampunan Pajak berupa:

a. penghapusan pajak terutang yang belum diterbitkan ketetapan pajak, tidak dikenai sanksi administrasi perpajakan, dan tidak dikenai sanksi pidana di bidang perpajakan, untuk kewajiban perpajakan dalam masa pajak, bagian Tahun Pajak, dan Tahun Pajak, sampai dengan akhir Tahun Pajak Terakhir;
b. penghapusan sanksi administrasi perpajakan berupa bunga, atau denda, untuk kewajiban perpajakan dalam masa pajak, bagian Tahun Pajak, dan Tahun Pajak, sampai dengan akhir Tahun Pajak Terakhir;
c. tidak dilakukan pemeriksaan pajak, pemeriksaan bukti permulaan, dan penyidikan Tindak Pidana di Bidang Perpajakan, atas kewajiban perpajakan dalam masa pajak, bagian Tahun Pajak, dan Tahun Pajak, sampai dengan akhir Tahun Pajak Terakhir; dan
d. penghentian pemeriksaan pajak, pemeriksaan bukti permulaan, dan penyidikan Tindak Pidana di Bidang Perpajakan, dalam hal Wajib Pajak sedang dilakukan pemeriksaan pajak, pemeriksaan bukti permulaan, dan penyidikan Tindak Pidana di Bidang Perpajakan atas kewajiban perpajakan, sampai dengan akhir Tahun Pajak Terakhir,

 

Namun, Wajib Pajak yang sudah merasa lega karena sudah memperoleh fasilitas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (5) UU No. 11 Tahun 2016 junto Pasal 23 ayat (1) Peraturan Menteri Keuangan Nomor 118/PMK.03/2016 tentang Pelaksanaan Undang-undang No. 11 Tahun 2016 wajib mengetahui ketentuan dalam Pasal 38 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 118/PMK.03/2016 tentang Pelaksanaan Undang-undang No. 11 Tahun 2016 sebagaimana telah diubah terakhir dengan Peraturan Menteri Keuangan No. 141/PMK.03/2016 bahwa Wajib Pajak harus menyampaikan laporan kepada Direktur Jenderal Pajak melalui Kepala KPP Tempat Wajib Pajak Terdaftar yang memuat:

  1. Realisasi pengalihan dan investasi Harta tambahan ke dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia yang diungkapkan dalam Surat Pernyataan dengan syarat laporan disampaikan secara berkala setiap tahun selama 3 (tiga) tahun sejak pengalihan Harta, laporan disampaikan paling lambat pada saat berakhirnya batas waktu penyampaian Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan dan laporan disampaikan dengan menggunakan format sesuai contoh sebagaimana tercantum dalam Lampiran Peraturan Menteri Keuangan ini.
  2. Penempatan Harta tambahan yang berada di dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia yang diungkapkan dalam Surat Pernyataan dengan syarat laporan disampaikan secara berkala setiap tahun selama 3 (tiga) tahun sejak pengalihan Harta, laporan disampaikan paling lambat pada saat berakhirnya batas waktu penyampaian Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan dan laporan disampaikan dengan menggunakan format sesuai contoh sebagaimana tercantum dalam Lampiran Peraturan Menteri Keuangan ini.

Bahwa apabila Wajib Pajak tidak melaksanakan kewajiban sesuai Pasal 38 di atas maka akan diberlakukan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 118/PMK.03/2016 tentang Pelaksanaan Undang-undang No. 11 Tahun 2016 yaitu:

  1. Terhadap Harta bersih tambahan yang tercantum dalam Surat Keterangan diperlakukan sebagai penghasilan pada Tahun Pajak 2016 dan atas penghasilan dimaksud dikenai Pajak Penghasilan dengan tarif sesuai dengan ketentuan Undang-Undang mengenai Pajak Penghasilan dan sanksi administrasi sesuai dengan ketentuan Undang-Undang mengenai Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan
  2. Uang Tebusan yang telah dibayar oleh Wajib Pajak diperhitungkan sebagai pengurang pajak sebagaimana dimaksud pada point 1.

Direktur Jenderal Pajak telah menerbitkan aturan pelaksanaan dalam rangka pelaporan dan pengawasan harta tambahan tersebut di atas sesuai dengan ketentuan Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-03/PJ/2017 tanggal 29 Maret 2017 tentang TATA CARA PELAPORAN DAN PENGAWASAN HARTA TAMBAHAN DALAM RANGKA PENGAMPUNAN PAJAK.

Penyampaian laporan sesuai dengan PERDIRJEN tersebut harus memenuhi ketentuan sebagai berikut:

  1. ditandatangani oleh:
    1. Wajib Pajak orang pribadi dan tidak dapat dikuasakan;
    2. pemimpin tertinggi berdasarkan akta pendirian badan atau dokumen lain yang dipersamakan, bagi Wajib Pajak badan;
    3. penerima kuasa, dalam hal pemimpin tertinggi sebagaimana dimaksud pada angka 2 berhalangan.
  2. mencantumkan informasi Harta tambahan.
  3. disampaikan oleh Wajib Pajak atau kuasa yang ditunjuk dengan melampirkan surat kuasa sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai Pengampunan Pajak;
  4. disampaikan dalam bentuk:
    1. formulir kertas (hardcopy) dan salinan digital (softcopy), dalam hal disampaikan ke Kantor Pelayanan Pajak tempat Wajib Pajak terdaftar secara langsung; atau
    2. dokumen elektronik, dalam hal disampaikan melalui saluran tertentu yang ditetapkan oleh Direktur Jenderal Pajak sesuai dengan perkembangan teknologi informasi.

Khusus untuk pelaporan elektronik, aplikasi untuk saluran sampai dengan tanggal 2 April 2017 belum tersedia.

Laporan disampaikan paling lambat:

  1. pada saat berakhirnya batas waktu penyampaian Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan Tahun Pajak 2017, untuk penyampaian laporan tahun pertama dimana artinya laporan yang disampaikan paling lambat pertama kali adalah 31 Maret 2018
  2. pada saat berakhirnya batas waktu penyampaian Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan Tahun Pajak 2018 dan seterusnya, untuk penyampaian laporan tahun kedua dan seterusnya.