Kepastian Hukum Hak dan Kewajiban Seorang Kuasa Wajib Pajak

Direktur Jenderal Pajak pada tanggal 31 Januari 2017 telah menerbitkan Surat Edaran Nomor  SE – 02/PJ/2017 tentang Petunjuk Pelaksanaan Peraturan Menteri Keuangan No. 229/PMK.03/2014 tentang Persyaratan Serta Pelaksanaan Hak dan Kewajiban Seorang Kuasa. Dengan adanya Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak ini maka dapat digunakan sebagai acuan yang dapat memberikan kemudahan, kejelasan dan kepastian hukum mengenai persyaratan serta pelaksanaan hak dan kewajiban seorang kuasa baik bagi pegawai pajak, wajib pajak dan kuasa dalam hal ini Konsultan Pajak atau Karyawan Wajib Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (4) Peraturan Menteri Keuangan No. 229/PMK.03/2014.

Dalam Surat Edaran tersebut, memberikan kepastian hukum atas ketentuan pemberian kuasa dengan menggunakan surat kuasa khusus dari Wajib Pajak kepada Kuasanya untuk melaksanakan hak dan/atau memenuhi kewajiban perpajakan tertentu berupa:

1) Pengisian, penandatanganan, dan penyampaian Surat Pemberitahuan (SPT) dan/atau SPT pembetulan yang tidak melalui sistem administrasi yang terintegrasi dengan sistem di Direktorat Jenderal Pajak (e-SPT);
2) Permohonan pengangsuran pembayaran pajak dan/atau proses penyelesaiannya;
3) Permohonan penundaan pembayaran pajak dan/atau proses penyelesaiannya;
4) Permohonan pemindahbukuan dan/atau proses penyelesaiannya;
5) Permohonan perpanjangan jangka waktu pelunasan pajak bagi Wajib Pajak usaha kecil atau Wajib Pajak di daerah tertentu dan/atau proses penyelesaiannya;
6) Permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak dan/atau proses penyelesaiannya;
7) Permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak untuk Wajib Pajak kriteria tertentu atau Wajib Pajak yang memenuhi persyaratan tertentu dan/atau proses penyelesaiannya;
8) Permohonan pengembalian atas kelebihan pembayaran pajak yang seharusnya tidak terutang dan/atau proses penyelesaiannya;
9) Pelaksanaan pemeriksaan;
10) Permohonan pembetulan dan/atau proses penyelesaiannya;
11) Pengajuan keberatan dan/atau proses penyelesaiannya;
12) Permintaan penjelasan untuk pengajuan keberatan dan/atau banding;
13) Permohonan pengurangan atau penghapusan sanksi administrasi dan/atau proses penyelesaiannya, termasuk terhadap sanksi administrasi atas surat ketetapan pajak Pajak Bumi (PBB) dan Surat Tagihan Pajak (STP) PBB;
14) Permohonan pengurangan atau pembatalan surat ketetapan pajak yang tidak benar dan/atau proses penyelesaiannya;
15) Permohonan pengurangan atau pembatalan STP yang tidak benar dan/atau proses penyelesaiannya;
16) Permohonan pengurangan atau pembatalan Surat Pemberitahuan Pajak Terutang (SPPT), Surat Ketetapan Pajak (SKP) Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) dan Surat Tagihan Pajak (STP) PBB, yang tidak benar dan/atau proses penyelesaiannya;
17) Permohonan pengurangan PBB terutang dan/atau proses penyelesaiannya;
18) Permohonan pembatalan surat ketetapan pajak hasil pemeriksaan dan/atau proses penyelesaiannya;
19) Pelaksanaan Pemeriksaan Bukti Permulaan secara terbuka;
20) Permohonan untuk memperoleh fasilitas perpajakan dan/atau proses penyelesaiannya;
21) Permintaan pelaksanaan Prosedur Persetujuan Bersama (Mutual Agreement Procedure);
22) Permohonan Kesepakatan Harga Transfer (Advance Pricing Agreement) dan/atau proses penyelesaiannya;
23) Permohonan kode aktivasi dan password dalam rangka permintaan nomor seri Faktur Pajak;
24) Pemberian tanggapan Wajib Pajak terhadap permintaan penjelasan atas data dan/atau keterangan;
25) Menerima pemberitahuan Surat Paksa; dan
26) Pelaksanaan hak dan/atau pemenuhan kewajiban perpajakan tertentu lainnya yang berdasarkan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan dapat dikuasakan.

 

Point penting dalam pemberian kuasa ini yaitu saat penyampaian surat kuasa khusus harus dilakukan pada :

  • sebelum pelaksanaan hak dan/atau pemenuhan kewajiban perpajakan tertentu yang dikuasakan; atau
  • bersamaan dengan pelaksanaan hak dan/atau pemenuhan kewajiban perpajakan tertentu yang dikuasakan.
  • dalam hal surat kuasa khusus tidak disampaikan pada waktu sebagaimana tersebut di atas, seseorang yang diberikan kuasa oleh Wajib Pajak dianggap bukan sebagai seorang kuasa dan tidak dapat melaksanakan hak dan/atau memenuhi kewajiban perpajakan tertentu dari Wajib Pajak pemberi kuasa

Pelaksanaan hak dan/atau pemenuhan kewajiban perpajakan setelah dikuasakan:

  1. Pelaksanaan hak dan/atau pemenuhan kewajiban perpajakan tertentu yang telah dikuasakan oleh Wajib Pajak kepada seorang kuasa dilakukan oleh seorang kuasa tersebut.
  2. Dalam hal Wajib Pajak berkehendak untuk melaksanakan hak dan/atau memenuhi kewajiban perpajakannya sendiri maka Wajib Pajak harus mencabut terlebih dahulu kuasa yang telah diberikan kepada seorang kuasa.
  3. Pencabutan kuasa yang telah diberikan kepada seorang kuasa harus dilakukan dengan menyampaikan secara tertulis kepada Direktur Jenderal Pajak sebelum pelaksanaan hak dan/atau pemenuhan kewajiban perpajakannya dilaksanakan sendiri oleh Wajib Pajak.
  4. Pencabutan kuasa berlaku sejak tanggal surat pencabutan kuasa diterima oleh Direktur Jenderal Pajak dan tidak berlaku surut.

Berdasarkan hal tersebut di atas, diharapkan kedepannya pelaksanaan Peraturan Menteri Keuangan No. 229/PMK.03/2014 tentang Persyaratan Serta Pelaksanaan Hak dan Kewajiban Seorang Kuasa diharapkan tidak ada lagi perbedaan persepsi antara pegawai pajak dengan wajib pajak dan/atau kuasa yang ditunjuk dalam hal pemenuhan kewajiban perpajakannya.

Salam Sukses!