Kejar Setoran, Dirjen Pajak Minta Kepala Kanwil Siaga 24 Jam

Direktur Jenderal (Dirjen) Pajak Kementerian Keuangan, Ken Dwijugiasteadi mengeluarkan instruksi yang ditujukan kepada seluruh Kepala Kantor Wilayah (Kanwil) Ditjen Pajak agar siap siaga 24 jam dalam mengamankan penerimaan pajak. Instruksi ini menyusul realisasi setoran yang baru mencapai 59 persen sepanjang Januari-September 2017.

Dari informasi yang diterima Liputan6.com, Jakarta, Senin (9/10/2017), Dirjen Pajak mengeluarkan instruksi nomor INS-05/PJ/2017 tentang Pengamanan Penerimaan Ditjen Pajak Tahun 2017.

Instruksi ini dikeluarkan di Jakarta pada 5 Oktober 2017 dan diteken Dirjen Pajak, Ken Dwijugiasteadi.

Dirjen Pajak dalam rangka kegiatan pengamanan penerimaan Ditjen Pajak Tahun 2017, dengan ini memberikan instruksi kepada para kepala kantor wilayah Ditjen Pajak untuk:

  1. Mengaktifkan selama 24 jam perangkat telepon genggam yang dilengkapi fitur panggilan video (video call), antara lain facetime, whatsapp video
  2. Dalam hal penggalian potensi penerimaan pajak, pemanggilan Wajib Pajak yang telah mengikuti program amnesti pajak hanya boleh dilakukan oleh kepala kantor wilayah Ditjen Pajak
  3. Melaksanakan instruksi Dirjen Pajak dengan sebaik-baiknya dan penuh tanggungjawab.

“Instruksi ini mulai berlaku pada tanggal dikeluarkan,” tulis instruksi Dirjen Pajak.

Dari data Ditjen Pajak, realisasi total setoran pajak di luar Pajak Penghasilan Minyak dan Gas (PPh Migas) atau pajak nonmigas sebesar Rp 732,1 triliun atau 59 persen hingga 30 September ini dari target Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan (APBN-P) 2017 sebesar Rp 1.241,8 triliun. Pencapaian tersebut tumbuh negatif 4,70 persen dibanding realisasi Januari-September tahun lalu.

Jika termasuk PPh Migas, total penerimaan Ditjen Pajak sebesar Rp 770,7 triliun atau 60 persen dari target APBN-P 2017 sebesar Rp 1.283,6 triliun. Sementara pertumbuhan setoran pajak termasuk PPh Migas di periode sampai akhir September ini terkontraksi 2,79 persen dibanding periode yang sama 2016.

Sumber: https://bisnis.liputan6.com/read/3122097/kejar-setoran-dirjen-pajak-minta-kepala-kanwil-siaga-24-jam

Pedoman Penilaian Harta Selain Kas yang Diperlakukan atau Dianggap sebagai Penghasilan Dalam Rangka Pelaksanaan Pasal 18 Undang-undang Pengampunan Pajak dan Langkah-langkah Penilaiannya

Direktur Jenderal Pajak pada 22 September 2017 telah menerbitkan Surat Edaran Nomor SE-24/PJ/2017 tentang Petunjuk Teknis Penilaian Harta Selain Kas yang Diperlakukan atau Dianggap Sebagai Penghasilan Dalam Rangka Pelaksanaan Pasal 18 Undang-Undang Pengampunan Pajak.
Dengan terbitnya Surat Edaran ini seluruh petugas pajak memiliki standar yang sama untuk melaksanakan penilaian harta dalam rangka menjalankan amanat Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2016 tentang Pengampunan Pajak dan Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 2017
tentang Pengenaan Pajak Penghasilan atas Penghasilan Tertentu Berupa Harta Bersih yang Diperlakukan atau Dianggap Sebagai Penghasilan. Bagi Wajib Pajak, hadirnya standar penilaian ini memberikan kepastian serta menjamin prosedur penilaian yang objektif, sehingga dapat mengurangi potensi terjadinya sengketa antara petugas pajak dengan Wajib Pajak.
Nilai atas beberapa jenis harta yang memiliki acuan nilai dari pemerintah atau yang dipublikasikan lembaga atau instansi terkait serta langkah-langkah penilaiannya adalah sebagai berikut:
No.

Nama Harta

Nilai Harta Yang Digunakan

Instansi/Lembaga Terkait

Langkah-langkah Penilaian

1. Tanah atau Bangunan Sektor Pedesaan dan Perkotaan Nilai Jual Objek Pajak sesuai SPPT Tahun 2015 Pemerintah Kabupaten/Kota

atau Pemerintah Provinsi untuk

Daerah Khusus Ibukota Jakarta

 

  1.  Mengidentifikasi Nomor Objek Pajak (NOP) atas tanah dan/atau bangunan;
  2. Mendapatkan informasi NJOP tahun 2015 atas NOP dimaksud dengan cara:
  • Memperoleh SPPT PBB tahun 2015 dari Wajib Pajak
  • Meminta salinan SPPT PBB tahun 2015 ke: Pemerintah Kabupaten/Kota dan Kantor Pelayanan Pajak dimana tanah dan/atau bangunan terdaftar
  • Memastikan kesesuaian luas tanah dan/atau bangunan dalam SPPT PBB tahun 2015 dengan luas tanah dan/atau bangunan yang sebenarnya
  • Dalam hal luas tanah dan/atau bangunan telah sesuai dengan luas tanah dan/atau bangunan dalam SPPT PBB tahun 2015, maka NJOP bumi dan/atau bangunan pada SPPT tersebut ditetapkan sebagai nilai harta; dan
  • Dalam hal luas tanah dan/atau bangunan tidak sesuai dengan luas tanah dan/atau bangunan dalam SPPT PBB tahun 2015, maka nilai harta merupakan hasil perkalian antara NJOP bumi/m2 dan/atau NJOP bangunan/m2 pada SPPT dengan luas tanah dan/atau bangunan objek penilaian

 

2. Tanah atau bangunan sektor  perkebunan, perhutanan, pertambangan, dan sektor lainnya

 

Nilai Jual Objek Pajak  sesuai SPPT PBB tahun 2015

 

Ditjen Pajak Idem
3. Kendaraan bermotor Nilai Jual Kendaraan

Bermotor

 

Pemerintah Provinsi
  1. Melakukan identifikasi:
  • merek, tipe, tahun pembuatan, daya kuda, jenis konstruksi, fungsi, umur motor, dan isi kotor;
  • NJKB yang berlaku pada Tanggal Penilaian berdasarkan Peraturan Gubernur yang berlaku.
  • Dalam hal terdapat NJKB yang berlaku pada Tanggal Penilaian, maka NJKB ditetapkan sebagai nilai harta.
4. Emas atau perak Harga jual PT Aneka

Tambang

 

PT Aneka Tambang
  1. Melakukan identifikasi jenis, berat, dan kadar/karat. Nilai emas dihitung dengan formula sebagai berikut:Nilai Emas = Berat (gram) x Karat/24 x Harga Emas/gram per tanggal penilaian
  2. Nilai perak dihitung dengan formula sebagai berikut: Nilai Perak = Berat (gram) x Karat/999 x Harga Perak/gram per tanggal penilaian
  3. Harga Emas dan Perak per Gram per 31 Desember 2015 serta Konversi Kadar dan Karat untuk Emas dan Perak yaitu sebagaimana tercantum dalam Lampiran I Surat Edaran Direktur Jenderal ini. Harga Emas dan Perak mengacu pada harga jual PT. Aneka Tambang yang diunduh dari situs www.pusatdata.kontan.co.id.
5. Obligasi Pemerintah Republik Indonesia

 

Harga obligasi PT Penilai Harga Efek

Indonesia

 

  1. Melakukan identifikasi kode seri, tanggal jatuh tempo,dan nilai nominal.
  2. Dalam hal terdapat rasio harga per tanggal penilaian, nilai obligasi dihitung dengan formula sebagai berikut:Nilai Obligasi = Nilai Nominal x Rasio Harga (%) per tanggal penilaian
  3. Dalam hal tidak terdapat rasio harga per tanggal penilaian, nilai obligasi dihitung dengan formula sebagai berikut : Nilai Obligasi = Nilai Nominal
  4. Rasio Harga tersebut merupakan perbandingan antara nilai pasar wajar dengan nilai nominal yang dinyatakan dalam persentase (%). Kode Seri, Tanggal Jatuh Tempo dan Rasio Harga Obligasi Pemerintah per 31 Desember 2015 sebagaimana tercantum dalam Lampiran II Surat Edaran Direktur Jenderal ini. Rasio Harga Obligasi Pemerintah Indonesia mengacu pada data yang bersumber dari PT. Penilai Harga Efek Indonesia.
6. Saham perusahaan terbuka Harga per lembar

saham

 

PT Bursa Efek Indonesia
  1. Melakukan identifikasi kode saham, perusahaan penerbit, nilai nominal, dan jumlah kepemilikan saham
  2. Nilai saham dihitung dengan formula sebagai berikut:Nilai Saham = Jumlah lembar x Harga Saham per lembar per tanggal penilaian
  3. Nama Perusahaan, Kode dan Harga Saham per Lembar per 31 Desember 2015 sebagaimana tercantum dalam Lampiran III Surat Edaran Direktur Jenderal ini. Harga saham per lembar mengacu data pada PT. Bursa Efek Indonesia yang diunduh dari perangkat lunak penyedia data Bloomberg.
7. Obligasi Perusahaan (Corporate Bond) Harga obligasi PT Penilai Harga Efek

Indonesia

 

  1. Melakukan identifikasi kode seri, tanggal jatuh tempo, dan nilai nominal.
  2. Dalam hal terdapat Rasio Harga per tanggal 31 Desember 2015, nilai obligasi dihitung dengan formula sebagai berikut:Nilai Obligasi = Nilai Nominal x Rasio Harga (%) per tanggal penilaian
  3. Dalam hal tidak terdapat Rasio Harga per tanggal penilaian, nilai obligasi dihitung dengan formula sebagai berikut:Nilai Obligasi = Nilai Nominal
  4. Rasio Harga tersebut merupakan perbandingan antara nilai pasar wajar dengan nilai nominal yang dinyatakan dalam persentase (%).
    Kode Seri, Tanggal Jatuh Tempo dan Rasio Harga Obligasi Perusahaan per 31 Desember 2015 sebagaimana tercantum dalam Lampiran IV Surat Edaran Direktur Jenderal ini. Rasio Harga Obligasi Perusahaan mengacu pada data yang bersumber dari PT. Penilai Harga Efek Indonesia.
8. Reksadana Nilai aktiva bersih PT Bursa Efek Indonesia
  1. Melakukan identifikasi nama reksadana, manajer investasi, penerbit reksadana, dan jumlah unit kepemilikan reksadana.
  2. Nilai reksadana dihitung dengan formula sebagai berikut:Nilai Reksadana = Jumlah Unit x Nilai Aktiva Bersih per unit per tanggal penilaian
  3. Nama Reksadana dan Nilai Aktiva Bersih per Unit Reksadana per 31 Desember 2015 sebagaimana dalam Lampiran V Surat Edaran Direktur Jenderal ini. Nilai Aktiva Bersih per Unit Reksadana mengacu data pada PT. Bursa Efek Indonesia yang diunduh dari perangkat lunak penyedia data Bloomberg.
Untuk menghindari pemeriksaan pajak dalam rangka pelaksanaan Pasal 18 UU Pengampunan Pajak, bagi Wajib Pajak yang masih memiliki harta yang diperoleh dari penghasilan yang belum dibayarkan pajaknya, dan harta tersebut belum dilaporkan dalam SPT PPh Tahunan
atau Surat Pernyataan dalam program amnesti pajak, dapat melakukan pembetulan SPT PPh Tahunan dengan melaporkan harta dan penghasilan serta pajak yang harus dibayar sesuai ketentuan yang berlaku.
Ditjen Pajak sendiri akan melaksanakan amanat UU Pengampunan Pajak serta PP Nomor 36 tahun 2017 secara profesional dengan mengedepankan semangat rekonsiliasi demi perbaikan kepatuhan pajak serta menjaga confidencedunia usaha dan iklim investasi.
Sumber : SE-24/PJ/2017 dan Siaran Pers Ditjen Pajak No. 33/2017

Ditjen Pajak Tidak Menilai Ulang Harta dalam Surat Pernyataan Harta Pengampunan Pajak

Seperti diberitakan oleh media online KontanMobile pada hari Sabtu tanggal 30 September 2017 pukul 16:51 melalui portal kontan.co.id, Ditjen Pajak tidak menilai ulang harta dalam Surat Pernyataan Harta dalam Pengampunan Pajak. Beritanya dapat dibaca di sini

Berikut ini beritanya:

Direktur Pelayanan dan Penyuluhan (P2) Humas Ditjen Pajak Kementerian Keuangan Hestu Yoga Saksama menyampaikan tanggapan terkait opini Effnu Subiyanto, Advisor Cikalafa-Umbrella, Direktur Koalisi Rakyat Indonesia Reformis (Koridor) terkait perhitungan basis perpajakan.

Sebelumnya, opini Effnu tercantum dalam tulisan analisis berjudul: Ironi wajib pajak pasca-amnesti pajak

Berikut tanggapan Hestu Yoga:

Perlu diluruskan bahwa harta bersih yang menjadi objek pengenaan PPh dalam PP 36 adalah harta bersih yang tidak dilaporkan dalam SPT Tahunan dan wajib pajak tidak ikut amnesti pajak, atau wajib pajak ikut amnesti pajak tetapi terdapat harta yang tidak diungkapkan dalam amnesti pajak.

Sepertinya, Saudara Effnu Subiyanto tidak membaca dan memahami dengan baik PP Nomor 36 Tahun 2017, sehingga opininya tidak tepat. Dalam opininya, disebutkan bahwa para wajib pajak (WP) yang patuh kini menjadi serba salah:

(Para wajib pajak yang patuh tersebut kini menjadi serba salah, mengapa dalam PP 36/2017 justru berbeda drastis lantaran nanti nilai harta bersih berdasarkan temuan dan pemeriksaan aparat pajak secara sepihak. Sangat mungkin sekali terjadi asumsi basis perhitungan pajak, nilai harta bersih, deklarasi harta lokal dan di luar negeri akan berbeda. Alhasil, wajib pajak berpotensi kurang pajak dan dikenai sanksi denda. Pada PP tersebut jika alpa melaporkan harta yang sebenarnya maka bagi wajib pajak pribadi akan dikenai 30% sementara wajib pajak badan 25% atas temuan baru itu.)

Ketentuan ini tidak berlaku bagi harta yang memang sudah diungkapkan/dilaporkan dalam Surat Pernyataan (SPH) amnesti pajak. Data dalam SPH yang sudah ada di kantor pajak tidak akan dinilai ulang berdasarkan penilaian Ditjen Pajak dengan Pasal 5 ayat (2).

Dengan demikian, nilai harta berdasarkan penilaian Ditjen Pajak sebagaimana dimaksud dalam pasal tersebut, dan lebih lanjut ditegaskan pedoman teknis penilaiannya dalam SE 24/2017 kemarin, tidak berlaku untuk harta yang telah dilaporkan dalam amnesti pajak.

Lalu, bagaimana Ditjen Pajak menjamin bahwa tidak ada penilaian ulang dari SPH amnesti pajak? Kami pastikan tidak akan dinilai ulang. Mewakili institusi, secara resmi saya sampaikan, berdasarkan peraturan yang ada, termasuk PP 36 tadi, Ditjen Pajak tidak akan menilai ulang nilai harta dalam SPH.

Tidak ada ketentuan yang memungkinkan Ditjen Pajak untuk menilai ulang nilai harta dalam SPH. Dari ketentuan yang ada, yaitu Perdirjen Nomor 14/PJ/2017, yang mungkin terjadi hanya Pembetulan Surat Keterangan (SKet), baik atas permohonan wajib pajak ataupun secara jabatan oleh Ditjen Pajak, tetapi hanya dalam hal terjadi salah tulis atau salah hitung. Itu tentu tidak dalam konteks menilai kembali harta bersih seperti itu.

Perdirjen 14/2017 itu memiliki kaitan dengan Pasal 2 ayat (2) huruf b dalam PP 36, yaitu: Harta bersih yang belum atau kurang diungkapkan dalam Surat Pernyataan termasuk harta bersih yang belum atau kurang diungkapkan akibat penyesuaian nilai harta berdasarkan Surat Pembetulan atas Surat Keterangan. Pasal tersebut juga mengacu ke Pasal 13 dan Pasal 18 UU amnesti pajak.

Dalam PP 36 tersebut juga sangat jelas bahwa harta bersih yang dimaksud adalah harta bersih yang tidak diikutkan dalam amnesti pajak. Adapun ketentuan yang ada Pasal 5 ayat (2) merupakan bagian dari PP itu sehingga tidak bisa ditafsirkan lain. PP ini juga memiliki prioritasnya, terutama wajib pajak yang tidak ikut amnesti pajak.

Sumber : https://m.kontan.co.id/news/djp-tidak-menilai-ulang-nilai-harta-dalam-sph (diakses jam 09.22 tanggal 1 Oktober 2017)