Surat Keterangan Pengampunan Pajak Anda Ada Kesalahan? Lakukan Permohonan Pembetulan!

Male hand pointing at business document while explaining it

Direktur Jenderal Pajak telah menerbitkan Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-14/PJ/2017 tentang TATA CARA PEMBETULAN ATAS SURAT KETERANGAN PENGAMPUNAN PAJAK. Peraturan ini tentunya angin segar bagi wajib pajak yang pada periode program Pengampunan Pajak telah aktif turut serta berpartisipasi mengikuti program pengampunan pajak. Peraturan ini tentunya mengakomodir bagi wajib pajak yang sudah ikut Program Pengampunan Pajak, namun atas pengungkapan hartanya dalam SPH dan Surat keterangan terdapat kesalahan tulis maupun kesalahan hitung.

Peraturan ini memberikan hak kepada Wajib Pajak untuk melakukan permohonan pembetulan atas Surat keterangan yang terdapat kesalahan tulis maupun kesalahan hitung. Berdasarkan Pasal 2 PerDirjen ini, Surat Keterangan Pengampunan Pajak dapat dilakukan pembetulan atas dasar:

  1. Permohonan Wajib Pajak
  2. Secara jabatan

Pembetulan Surat keterangan tersebut dilakukan dalam hal terdapat kesalahan tulis maupun kesalahan hitung. Kesalahan tulis dapat dilakukan pembetulan merupakan kesalahan yang tidak mempengaruhi jenis Harta, nilai Harta, nilai Utang, dan/atau nilai Harta bersih. Termasuk kesalahan tulis adalah perubahan pengungkapan Harta dari semula Harta yang berada di luar wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia yang dialihkan ke dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia (repatriasi) menjadi Harta yang berada di dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia (deklarasi dalam negeri), yang diajukan oleh Wajib Pajak yang telah mengalihkan harta ke dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia setelah tanggal 31 Desember 2015 sampai dengan tanggal 30 Juni 2016.

Kesalahan hitung meliputi kesalahan:

  1. penjumlahan, pengurangan, perkalian, dan/atau pembagian suatu bilangan;
  2. penerapan tarif; dan/atau
  3. perhitungan nilai Utang karena adanya kesalahan penerapan batasan nilai Utang yang dapat diperhitungkan sebagai pengurang nilai Harta dan hanya atas Utang yang dokumen pendukungnya telah dilampirkan dalam Surat Pernyataan.

Permohonan Wajib Pajak  disampaikan melalui KPP Tempat Wajib Pajak Terdaftar dengan ketentuan sebagai berikut:

  1. diajukan kepada Kepala Kanwil DJP Wajib Pajak Terdaftar;
  2. ditandatangani oleh Wajib Pajak orang pribadi dan tidak dapat dikuasakan, pemimpin tertinggi berdasarkan akta pendirian badan atau dokumen lain yang  dipersamakan, bagi Wajib Pajak badan, atau penerima kuasa, dalam hal pemimpin tertinggi berhalangan
  3. disampaikan oleh Wajib Pajak atau penerima kuasa Wajib Pajak dengan cara datang langsung ke KPP Tempat Wajib Pajak Terdaftar
  4. dilampiri surat kuasa yang sesuai dengan ketentuan sebagaimana  diatur  dalam  Kitab  Undang-Undang Hukum Perdata dalam hal Surat permohonan pembetulan ditandatangani oleh penerima kuasa dan Wajib Pajak tidak dapat menyampaikan secara langsung surat permohonan pembetulan

Surat Pembetulan dikirimkan kepada Wajib Pajak melalui:

  1. pos dengan bukti pengiriman surat
  2. perusahaan jasa ekspedisi atau jasa kurir dengan bukti pengiriman surat

Berdasarkan uraian tersebut di atas, bagi anda yang merasa dalam Surat Keterangan Pengampunan Pajak yang telah diterima dari Kantor Wilayah DJP tempat masing-masing terdaftar terdapat kesalahan tulis dan kesalahan hitung sesuai dengan kreteria sebagaimana diuraikan di atas, dapat mengajukan permohonan untuk melakukan pembetulan Surat keterangan terdaftar. Format baku surat permohonan pembetulan terdapat pada lampiran Perdirjen tersebut.

Semoga bermanfaat.

Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 2017 sebagai Tindak Lanjut dari Undang-undang Nomor 11 Tahun 2016 tentang Pengampunan Pajak

Pemerintah telah menerbitkan Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 2017 Pengenaan Pajak Penghasilan atas Penghasilan Tertentu Berupa Harta Bersih yang Diperlakukan atau Dianggap Sebagai Penghasilan pada tanggal 6 September 2017. Terbitnya Peraturan Pemerintah ini untukmemberikan kepastian hukum dan kesederhanaan terkait pengenaan pajak penghasilan yang bersifat final atas penghasilan tertentu, yang merupakan tindak lanjut dari Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2016 tentang Pengampunan Pajak. Pemerintah menunjukkan konsistensi kebijakan dan memberikan kepastian hukum yang menjamin hak dan kewajiban bagi Wajib Pajak serta kewenangan Direktorat Jenderal Pajak dalam melaksanakan amanat Pasal 13 dan Pasal 18 UU Pengampunan Pajak.

Program Pengampunan Pajak telah berakhir pada tanggal 31 Maret 2017, namun terdapat konsekuensi lanjutan bagi Wajib Pajak dalam kategori di bawah ini:

Dengan adanya PP ini, maka pemerintah menunjukkan konsistensi kebijakan dan memberikan kepastian hukum yang menjamin hak dan kewajiban bagi Wajib Pajak serta kewenangan Direktorat Jenderal Pajak dalam melaksanakan amanat Pasal 13 dan Pasal 18 UU Pengampunan Pajak. Selain itu PP ini memberikan rasa keadilan bagi WP yang sudah melaksanakan kewajiban perpajakan selama ini dengan benar, termasuk bagi para peserta program Amnesti Pajak, melalui pemerataan beban pajak kepada WP yang belum melaksanakan kewajiban pajak dengan benar namun tidak mengikuti program amnesti pajak.

Sesuai semangat rekonsiliasi dan sejalan dengan Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-11/PJ/2016, PP ini tidak berlaku bagi masyarakat yang memiliki penghasilan di bawah Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) atau memiliki penghasilan dari warisan dan/atau hibah yang sudah dilaporkan dalam SPT pewaris dan/atau pemberi hibah.

Adapun Wajib Pajak yang dikecualikan dari Peraturan Pemerintah ini sesuai dengan ketentuan sebagaimana diatur dalam PerDirJen Pajak Nomor 11/PJ/2016 adalah sebagai berikut:

Objek dan dasar pengenaan pajak adalah harta yang dianggap sebagai tambahan penghasilan. Berikut ini adalah objek dan dasar pengenaan pajak yang dikenakan Pajak  berdasarkan Peraturan Pemerintah ini:

Saat terutangnya adalah sebagai berikut:

Tarif pajak berdasarkan Peraturan Pemerintah ini adalah bersifat Final. Tarif Pajaknya adalah sebagai berikut:

Yang dimaksud dengan Wajib Pajak tertentu baik Badan maupun OP dalam Peraturan Pemerintah ini yang memperoleh fasilitas tarif lebih ringan adalah sebagai berikut:

Dengan terbitnya PP ini, Ditjen Pajak mengimbau masyarakat agar apabila masih terdapat harta yang diperoleh dari penghasilan yang belum dibayarkan pajaknya, dan harta tersebut belum dilaporkan dalam SPT Tahunan dan wajib pajak tidak mengikuti program amnesti pajak, maka selama belum dilakukan pemeriksaan, wajib pajak masih dapat melakukan pembetulan SPT dengan melaporkan harta tersebut serta penghasilan dan pajak yang harus dibayar.


Ditjen Pajak juga mengimbau masyarakat agar tidak khawatir karena Ditjen Pajak akan menerapkan PP ini secara profesional dengan mengedepankan semangat rekonsiliasi dan perbaikan kepatuhan pajak sambil tetap menjaga
confidence dunia usaha dan iklim investasi.

 

Sumber:

  1. Siaran Pers Ditjen Pajak RI tentang PP 36 Tahun 2017 Nomor 32/2017 tanggal 20 September 2017
  2. Materi PPT Siaran Pers Ditjen Pajak RI
  3. PP 36 Tahun 2017

 

Pengawasan Wajib Pajak Pasca Periode Pengampunan Pajak

Direktur Jenderal Pajak telah menerbitkan Surat Edaran Nomor SE-20/PJ/2017 tanggal 24 Agustus 2017 tentang Pengawasan Wajib Pajak Pasca Periode Pengampunan Pajak. Penerbitan SE ini sehubungan dengan telah berakhirnya program Pengampunan Pajak dan untuk memastikan kepatuhan Wajib Pajak pasca periode Pengampunan Pajak, perlu dilakukan pengawasan terhadap Wajib Pajak.

Pengawasan dilakukan atas Wajib Pajak yang tidak mengikuti Pengampunan Pajak maupun yang mengikuti Pengampunan Pajak dengan menerbitkan Lembar Pengawasan. Pengawasan terhadap Wajib Pajak pasca periode Pengampunan Pajak dilakukan dengan dukungan data dan/atau Informasi internal maupun eksternal pada sistem informasi.

Adapun pengawasan WP pasca Pengampunan Pajak dapat digambarkan sebagai berikut:

 

 

 

 

 

 

 

 

Adapun pihak-pihak yang berperan dalam pengawasan WP tersebut antara lain:

  1. Account Representative Seksi Pengawasan dan Konsultasi II/III/IV (SE-20/PJ/2017)
  2. Account Representative / Pelaksana Seksi Ekstensifikasi & Penyuluhan (SE-20/PJ/2017)
  3. Fungsional / Petugas Pemeriksa Pajak (SE-10/PJ/2017 dan SE-11/PJ/2017)

Kebijakan Umum

Pengawasan Wajib Pajak pasca periode Pengampunan Pajak dilakukan melalui:

  1. Pengawasan dalam rangka Pengampunan Pajak; dan
  2. Pengawasan secara umum.

Pengawasan dalam rangka Pengampunan Pajak dilakukan terhadap:

  1. Wajib Pajak yang tidak mengikuti Pengampunan Pajak atas ketidaksesuaian  data dan/atau informasi mengenai Harta berdasarkan data eksternal dan/atau  data internal yang disediakan oleh sistem informasi; dan
  2. Wajib Pajak yang mengikuti Pengampunan Pajak atas:
    • Pelaksanaan kewajiban perpajakan oleh Wajib Pajak untuk masa/tahun pajak setelah Tahun Pajak Terakhir; dan
    • Ketidaksesuaian data dan/atau informasi mengenai Harta yang dilaporkan dalam Surat Pernyataan selain ketidaksesuaian karena adanya perbedaan nilai, pelunasan uang tebusan dan Laporan Wajib Pajak.

Prioritas pengawasan Wajib Pajak dalam rangka Pengampunan Pajak dilakukan terlebih dahulu terhadap:

  • Ketidaksesuaian data dan/atau informasi mengenai Harta, bagi Wajib Pajak yang tidak mengikuti Pengampunan Pajak dan
  • Pelaksanaan kewajiban perpajakan Wajib Pajak untuk masa/tahun pajak setelah Tahun Pajak Terakhir, bagi Wajib Pajak yang mengikuti Pengampunan Pajak

Pengawasan secara umum dilakukan atas pelaksanaan kewajiban perpajakan oleh Wajib Pajak selain yang telah dilakukan pengawasan dalam rangka Pengampunan Pajak, yaitu antara lain:

  • Bagi Wajib Pajak yang tidak mengikuti Pengampunan Pajak, dilakukan terhadap pelaksanaan kewajiban perpajakan untuk masa/tahun pajak atas seluruh jenis pajak dengan memperhatikan daluwarsa penetapan
  • Bagi Wajib Pajak yang mengikuti Pengampunan Pajak dilakukan terhadap pelaksanaan kewajiban perpajakan atas seluruh jenis pajak untuk masa/tahun pajak setelah Tahun Pajak Terakhir