Anda Wajib Pajak Orang Pribadi, Anda Pakai Form SPT yang Mana?

Bentuk formulir Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan Pajak Penghasilan wajib pajak orang pribadi atau badan diatur dalam Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-34/PJ/2010 sebagaimana telah diubah terakhir dengan Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-36/PJ/2015 tentang Perubahan Ketiga atas Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-34/PJ/2010 tentang Bentuk Formulir Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan Wajib Pajak Orang Pribadi dan Wajib Pajak Badan Beserta Petunjuk Pengisiannya.

Formulir SPT Tahunan PPh Orang Pribadi dibedakan menjadi 3 (tiga) jenis formulir yaitu: Form SPT Tahunan PPh Orang Pribadi 1770SS, 1770S dan 1770. Perbedaan penggunaan formulir ini berdasarkan dari penghasilan yang diperoleh oleh Orang Pribadi yang bersangkutan.

Anda dapat mengetahui formulir mana yang akan anda gunakan dari uraian di bawah ini:

  1. Formulir SPT Tahunan PPh Orang Pribadi 1770 SS yaitu bagi Wajib Pajak yang mempunyai penghasilan hanya dari satu pemberi kerja dengan jumlah penghasilan bruto dari pekerjaan tidak lebih dari Rp60.000.000,00 (enam puluh juta rupiah) setahun dan tidak mempunyai penghasilan lain kecuali penghasilan berupa bunga bank dan/atau bunga koperasi
  2. Formulir SPT Tahunan PPh Orang Pribadi 1770 S yaitu bagi Wajib Pajak yang mempunyai penghasilan: dari satu atau lebih pemberi kerja, dari dalam negeri lainnya, dan/atau yang dikenakan Pajak Penghasilan final dan/atau bersifat final,
  3. Formulir SPT Tahunan PPh Orang Pribadi 1770 yaitu bagi Wajib Pajak yang mempunyai penghasilan: dari usaha/pekerjaan bebas yang menyelenggarakan pembukuan atau Norma Penghitungan Penghasilan Neto, dari satu atau lebih pemberi kerja, yang dikenakan Pajak Penghasilan Final dan atau bersifat Final; dan/atau penghasilan lain.

Ilustrasinya bisa dilihat dalam gambar di bawah ini:

Sumber gambar : ortax.org

Salam sukses! Ditunggu komentar dan masukannya

 

 

 

 

EFORM Melaporkan SPT Lebih Santai, Lebih Nyaman, Lebih Mudah!

Ditjen Pajak memberikan berbagai kemudahan fasilitas dalam melakukan pemenuhan kewajiban perpajakan untuk Wajib Pajak seperti e-filing, e-billing dan e-faktur.

Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat Ditjen Pajak Hestu Yoga Saksama menjelaskan, produk terbaru Ditjen Pajak yang mulai berlaku untuk penyampaian SPT Tahunan tahun pajak 2016 adalah e-form yang merupakan peningkatan atas layanan e-filing.

Latar belakang dimunculkannya produk layanan terbaru EFORM oleh Ditjen Pajak adalah mengingat 2 (dua) jenis layanan penyampaian SPT yang sudah ada yaitu berupa E-SPT (aplikasi yang diinstal di PC) dan E-Filing (penyampaian SPT melalui https://djponline.pajak.go.id) masih terdapat beberapa kendala, misalkan untuk aplikasi E-filing kendalanya akses melambat saat peak time, session sering terputus untuk pengisian daftar harta yang sangat banyak, dll. Sedangkan aplikasi E-SPT kendalanya hanya bisa digunakan di PC dengan OS Windows, harus diinstal per SPT, masalah versioning CSV, dll.

Alur EFORM dapat digambarkan seperti berikut ini:

sumber gambar: Materi Direktorat Transformasi Teknologi Komunikasi dan Informasi Ditjen Pajak

Bagi Wajib Pajak yang akan menyampaikan SPT Tahunan Orang Pribadi Tahun Pajak 2016 dapat menggunakan fasilitas EFORM ini yang sudah bisa diakses dan digunakan melalui https://djponline.pajak.go.id

Menyampaikan SPT dengan EFORM lebih santai, lebih nyaman, lebih mudah!

Saya memiliki file berbentuk powerpoint untuk materi tutorial Penyampaian SPT menggunakan EFORM oleh Direktorat Transformasi Teknologi Komunikasi dan Informasi Ditjen Pajak, bagi yang berkenan untuk file tersebut, dapat mengirimkan email ke alamat email yang tercantum dalam website saya ini dan nanti saya akan balas emailnya dengan melampirkan file tersebut.

Dengan semakin baiknya sistem informasi yang digunakan oleh Ditjen Pajak akan lebih memudahkan bagi Fiskus dan bagi Wajib Pajak lebih mudah dalam melakukan pemenuhan kewajiban perpajakannya.

Pengalaman menggunakan EFORM, sedikit saran atau masukan atas aplikasi EFORM ini:

  1. Tidak adanya fitur impor atau ekspor data atas bukti pemotongan dari pemberi kerja dan/atau pihak lain, sehingga apabila Wajib Pajak mempunyai bukti potong yang banyak, harus diinput satu-satu.
  2. Tidak adanya fitur impor atau ekspor data atas daftar harta, sehingga bagi Wajib Pajak yang memiliki daftar harta sangat banyak, harus diinput satu-satu dan memakan banyak waktu.

Salam Sukses!

Laporkan SPT Tahunan Anda Secara Elektronik

Tidak terasa tahun pajak 2016 sudah berakhir. Bagi Wajib Pajak sudah harus mempersiapkan pelaporan SPT Tahunannya baik bagi Wajib Pajak Orang Pribadi maupun Wajib Pajak Badan. Sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (3) UU No. 28 Tahun 2007 tentang Perubahan Ketiga atas Undang-Undang Nomor 6 TAHUN 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 16 Tahun 2009, Batas waktu penyampaian Surat Pemberitahuan adalah:

  1. Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan Wajib Pajak orang pribadi, paling lama 3 (tiga) bulan setelah akhir Tahun Pajak yang berarti untuk tahun pajak 2016 ini disampaikan paling lambat tanggal 31 Maret 2017
  2. Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan Wajib Pajak badan, paling lama 4 (empat) bulan setelah akhir Tahun Pajak yang berarti untuk tahun pajak 2016 disampaikan paling lambat tanggal 30 April 2017

Bahwa kewajiban pelaporan SPT Tahunan PPh wajib dilakukan oleh Wajib Pajak dengan mengisi Surat Pemberitahuan (SPT) dengan benar, lengkap, dan jelas. Apabila kewajiban pelaporan SPT Tahunan tidak dilaksanakan tepat waktu sebagaimana Pasal 3 ayat (3) di atas maka sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1) UU No. 28 Tahun 2007 tentang Perubahan Ketiga atas Undang-Undang Nomor 6 TAHUN 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan akan dikenakan sanksi administrasi berupa denda yaitu :

  1. Sebesar Rp100.000,00 (seratus ribu rupiah) untuk Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan Wajib Pajak orang pribadi
  2. sebesar Rp1.000.000,00 (satu juta rupiah) untuk Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan Wajib Pajak badan

Lebih lanjut, apabila Wajib Pajak dengan sengaja tidak melaporkan SPT Tahunannya dapat diancam sanksi pidana sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 39 ayat (1) UU No. 28 Tahun 2007 tentang Perubahan Ketiga atas Undang-Undang Nomor 6 TAHUN 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 16 Tahun 2009, dikenakan sanksi pidana dengan pidana penjara paling singkat 6 (enam) bulan dan paling lama 6 (enam) tahun dan denda paling sedikit 2 (dua) kali jumlah pajak terutang yang tidak atau kurang dibayar dan paling banyak 4 (empat) kali jumlah pajak terutang yang tidak atau kurang dibayar

Direktur Jenderal Pajak pada tanggal 23 Januari 2017 telah menerbitkan Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor 01/PJ/2017 tentang Penyampaian Surat Pemberitahuan (SPT) Elektronik. Dalam peraturan tersebut Wajib Pajak dapat menyampaikan SPT secara elektronik.

SPT Tahunan Elektronik wajib disampaikan oleh Wajib Pajak yang:

  1. Diwajibkan menyampaikan SPT Masa Pajak Penghasilan Pasal 21 dalam bentuk dokumen elektronik sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan dan memiliki kewajiban untuk melaporkan SPT Tahunan Pajak Penghasilan;
  2. Diwajibkan menyampaikan SPT Masa Pajak Pertambahan Nilai dalam bentuk dokumen elektronik sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan dan memiliki kewajiban untuk melaporkan SPT Tahunan Pajak Penghasilan;
  3. Sudah pernah menyampaikan SPT Tahunan Elektronik;
  4. Terdaftar di KPP Madya, KPP di lingkungan Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Jakarta Khusus, dan KPP di lingkungan Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Wajib Pajak Besar;
  5. Menggunakan jasa konsultan pajak dalam pemenuhan kewajiban pengisian SPT Tahunan Pajak Penghasilan; dan/atau
  6. Laporan keuangannya diaudit oleh akuntan publik.

Disini karena posisi saya adalah sebagai Konsultan Pajak, maka sesuai ketentuan di point 5 tersebut maka seluruh klien saya atau Wajib Pajak yang saya berikan jasa konsultasi perpajakan, saya wajibkan untuk pelaporannya menggunakan elektronik.

Wajib Pajak dapat menyampaikan SPT Elektronik ke KPP dengan cara:

  1. Langsung;
  2. Dikirim melalui pos dengan bukti pengiriman surat;
  3. Dikirim melalui perusahaan jasa ekspedisi/kurir dengan bukti pengiriman surat; atau
  4. Melalui saluran tertentu yang ditetapkan oleh Direktur Jenderal Pajak sesuai dengan perkembangan teknologi informasi. Saluran tertentu ini meliputi : laman Direktorat Jenderal Pajak (djponline.pajak.go.id), laman Penyalur SPT Elektronik;saluran suara digital yang ditetapkan oleh Direktur Jenderal Pajak untuk Wajib Pajak tertentu; jaringan komunikasi data yang terhubung khusus antara Direktorat Jenderal Pajak dengan Wajib Pajak; dan saluran lain yang ditetapkan oleh Direktur Jenderal Pajak.

Wajib Pajak harus melampirkan keterangan dan/atau dokumen yang disyaratkan dalam SPT Elektronik sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan, dengan cara:

  1. Menyampaikan dalam format Portable Document Format (PDF) dalam satu file, dalam hal SPT Elektronik disampaikan secara langsung, melalui pos, atau melalui perusahaan jasa ekspedisi/kurir; atau
  2. Mengunggah, dalam hal SPT Elektronik disampaikan melalui saluran tertentu tersebut di atas

Atas penyampaian SPT Elektronik, KPP melakukan penelitian kelengkapan penyampaian SPT Elektronik dengan mengisi lembar penelitian seperti lampiran PerDirJen ini.

Mari kita sampaikan SPT Tahunan kita tepat waktu agar terhindar dari sanksi administrasi dan/atau sanksi pidana serta dapat meningkatkan kepatuhan Wajib Pajak yang ada di Indonesia.

Salam Sukses!

KMS Pico   

 

Ingat! Ada Kewajiban Pasca Mengikuti Tax Amnesty

Bagi Wajib Pajak yang telah menyampaikan Surat Pernyataan Harta beserta lampirannya sesuai ketentuan sebagaimana dimaksud pada Pasal 14 ayat (6) Peraturan Menteri Keuangan Nomor 118/PMK.03/2016 tentang Pelaksanaan Undang-undang No. 11 Tahun 2016 tentang Pengampunan Pajak dan telah diberikan Tanda Terima Surat Pernyataan serta telah memperoleh Surat Keterangan Pengampunan Pajak yang diterbitkan oleh Kepala Kantor Wilayah DJP, tentunya Wajib Pajak dapat bernafas dengan lega karena Wajib Pajak yang telah diterbitkan Surat Keterangan memperoleh fasilitas Pengampunan Pajak berupa:

a. penghapusan pajak terutang yang belum diterbitkan ketetapan pajak, tidak dikenai sanksi administrasi perpajakan, dan tidak dikenai sanksi pidana di bidang perpajakan, untuk kewajiban perpajakan dalam masa pajak, bagian Tahun Pajak, dan Tahun Pajak, sampai dengan akhir Tahun Pajak Terakhir;
b. penghapusan sanksi administrasi perpajakan berupa bunga, atau denda, untuk kewajiban perpajakan dalam masa pajak, bagian Tahun Pajak, dan Tahun Pajak, sampai dengan akhir Tahun Pajak Terakhir;
c. tidak dilakukan pemeriksaan pajak, pemeriksaan bukti permulaan, dan penyidikan Tindak Pidana di Bidang Perpajakan, atas kewajiban perpajakan dalam masa pajak, bagian Tahun Pajak, dan Tahun Pajak, sampai dengan akhir Tahun Pajak Terakhir; dan
d. penghentian pemeriksaan pajak, pemeriksaan bukti permulaan, dan penyidikan Tindak Pidana di Bidang Perpajakan, dalam hal Wajib Pajak sedang dilakukan pemeriksaan pajak, pemeriksaan bukti permulaan, dan penyidikan Tindak Pidana di Bidang Perpajakan atas kewajiban perpajakan, sampai dengan akhir Tahun Pajak Terakhir,

 

Namun, Wajib Pajak yang sudah merasa lega karena sudah memperoleh fasilitas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (5) UU No. 11 Tahun 2016 junto Pasal 23 ayat (1) Peraturan Menteri Keuangan Nomor 118/PMK.03/2016 tentang Pelaksanaan Undang-undang No. 11 Tahun 2016 wajib mengetahui ketentuan dalam Pasal 38 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 118/PMK.03/2016 tentang Pelaksanaan Undang-undang No. 11 Tahun 2016 sebagaimana telah diubah terakhir dengan Peraturan Menteri Keuangan No. 141/PMK.03/2016 bahwa Wajib Pajak harus menyampaikan laporan kepada Direktur Jenderal Pajak melalui Kepala KPP Tempat Wajib Pajak Terdaftar yang memuat:

  1. Realisasi pengalihan dan investasi Harta tambahan ke dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia yang diungkapkan dalam Surat Pernyataan dengan syarat laporan disampaikan secara berkala setiap tahun selama 3 (tiga) tahun sejak pengalihan Harta, laporan disampaikan paling lambat pada saat berakhirnya batas waktu penyampaian Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan dan laporan disampaikan dengan menggunakan format sesuai contoh sebagaimana tercantum dalam Lampiran Peraturan Menteri Keuangan ini.
  2. Penempatan Harta tambahan yang berada di dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia yang diungkapkan dalam Surat Pernyataan dengan syarat laporan disampaikan secara berkala setiap tahun selama 3 (tiga) tahun sejak pengalihan Harta, laporan disampaikan paling lambat pada saat berakhirnya batas waktu penyampaian Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan dan laporan disampaikan dengan menggunakan format sesuai contoh sebagaimana tercantum dalam Lampiran Peraturan Menteri Keuangan ini.

Bahwa apabila Wajib Pajak tidak melaksanakan kewajiban sesuai Pasal 38 di atas maka akan diberlakukan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 118/PMK.03/2016 tentang Pelaksanaan Undang-undang No. 11 Tahun 2016 yaitu:

  1. Terhadap Harta bersih tambahan yang tercantum dalam Surat Keterangan diperlakukan sebagai penghasilan pada Tahun Pajak 2016 dan atas penghasilan dimaksud dikenai Pajak Penghasilan dengan tarif sesuai dengan ketentuan Undang-Undang mengenai Pajak Penghasilan dan sanksi administrasi sesuai dengan ketentuan Undang-Undang mengenai Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan
  2. Uang Tebusan yang telah dibayar oleh Wajib Pajak diperhitungkan sebagai pengurang pajak sebagaimana dimaksud pada point 1.

Direktur Jenderal Pajak telah menerbitkan aturan pelaksanaan dalam rangka pelaporan dan pengawasan harta tambahan tersebut di atas sesuai dengan ketentuan Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-03/PJ/2017 tanggal 29 Maret 2017 tentang TATA CARA PELAPORAN DAN PENGAWASAN HARTA TAMBAHAN DALAM RANGKA PENGAMPUNAN PAJAK.

Penyampaian laporan sesuai dengan PERDIRJEN tersebut harus memenuhi ketentuan sebagai berikut:

  1. ditandatangani oleh:
    1. Wajib Pajak orang pribadi dan tidak dapat dikuasakan;
    2. pemimpin tertinggi berdasarkan akta pendirian badan atau dokumen lain yang dipersamakan, bagi Wajib Pajak badan;
    3. penerima kuasa, dalam hal pemimpin tertinggi sebagaimana dimaksud pada angka 2 berhalangan.
  2. mencantumkan informasi Harta tambahan.
  3. disampaikan oleh Wajib Pajak atau kuasa yang ditunjuk dengan melampirkan surat kuasa sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai Pengampunan Pajak;
  4. disampaikan dalam bentuk:
    1. formulir kertas (hardcopy) dan salinan digital (softcopy), dalam hal disampaikan ke Kantor Pelayanan Pajak tempat Wajib Pajak terdaftar secara langsung; atau
    2. dokumen elektronik, dalam hal disampaikan melalui saluran tertentu yang ditetapkan oleh Direktur Jenderal Pajak sesuai dengan perkembangan teknologi informasi.

Khusus untuk pelaporan elektronik, aplikasi untuk saluran sampai dengan tanggal 2 April 2017 belum tersedia.

Laporan disampaikan paling lambat:

  1. pada saat berakhirnya batas waktu penyampaian Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan Tahun Pajak 2017, untuk penyampaian laporan tahun pertama dimana artinya laporan yang disampaikan paling lambat pertama kali adalah 31 Maret 2018
  2. pada saat berakhirnya batas waktu penyampaian Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan Tahun Pajak 2018 dan seterusnya, untuk penyampaian laporan tahun kedua dan seterusnya.

 

Kepastian Hukum Hak dan Kewajiban Seorang Kuasa Wajib Pajak

Direktur Jenderal Pajak pada tanggal 31 Januari 2017 telah menerbitkan Surat Edaran Nomor  SE – 02/PJ/2017 tentang Petunjuk Pelaksanaan Peraturan Menteri Keuangan No. 229/PMK.03/2014 tentang Persyaratan Serta Pelaksanaan Hak dan Kewajiban Seorang Kuasa. Dengan adanya Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak ini maka dapat digunakan sebagai acuan yang dapat memberikan kemudahan, kejelasan dan kepastian hukum mengenai persyaratan serta pelaksanaan hak dan kewajiban seorang kuasa baik bagi pegawai pajak, wajib pajak dan kuasa dalam hal ini Konsultan Pajak atau Karyawan Wajib Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (4) Peraturan Menteri Keuangan No. 229/PMK.03/2014.

Dalam Surat Edaran tersebut, memberikan kepastian hukum atas ketentuan pemberian kuasa dengan menggunakan surat kuasa khusus dari Wajib Pajak kepada Kuasanya untuk melaksanakan hak dan/atau memenuhi kewajiban perpajakan tertentu berupa:

1) Pengisian, penandatanganan, dan penyampaian Surat Pemberitahuan (SPT) dan/atau SPT pembetulan yang tidak melalui sistem administrasi yang terintegrasi dengan sistem di Direktorat Jenderal Pajak (e-SPT);
2) Permohonan pengangsuran pembayaran pajak dan/atau proses penyelesaiannya;
3) Permohonan penundaan pembayaran pajak dan/atau proses penyelesaiannya;
4) Permohonan pemindahbukuan dan/atau proses penyelesaiannya;
5) Permohonan perpanjangan jangka waktu pelunasan pajak bagi Wajib Pajak usaha kecil atau Wajib Pajak di daerah tertentu dan/atau proses penyelesaiannya;
6) Permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak dan/atau proses penyelesaiannya;
7) Permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak untuk Wajib Pajak kriteria tertentu atau Wajib Pajak yang memenuhi persyaratan tertentu dan/atau proses penyelesaiannya;
8) Permohonan pengembalian atas kelebihan pembayaran pajak yang seharusnya tidak terutang dan/atau proses penyelesaiannya;
9) Pelaksanaan pemeriksaan;
10) Permohonan pembetulan dan/atau proses penyelesaiannya;
11) Pengajuan keberatan dan/atau proses penyelesaiannya;
12) Permintaan penjelasan untuk pengajuan keberatan dan/atau banding;
13) Permohonan pengurangan atau penghapusan sanksi administrasi dan/atau proses penyelesaiannya, termasuk terhadap sanksi administrasi atas surat ketetapan pajak Pajak Bumi (PBB) dan Surat Tagihan Pajak (STP) PBB;
14) Permohonan pengurangan atau pembatalan surat ketetapan pajak yang tidak benar dan/atau proses penyelesaiannya;
15) Permohonan pengurangan atau pembatalan STP yang tidak benar dan/atau proses penyelesaiannya;
16) Permohonan pengurangan atau pembatalan Surat Pemberitahuan Pajak Terutang (SPPT), Surat Ketetapan Pajak (SKP) Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) dan Surat Tagihan Pajak (STP) PBB, yang tidak benar dan/atau proses penyelesaiannya;
17) Permohonan pengurangan PBB terutang dan/atau proses penyelesaiannya;
18) Permohonan pembatalan surat ketetapan pajak hasil pemeriksaan dan/atau proses penyelesaiannya;
19) Pelaksanaan Pemeriksaan Bukti Permulaan secara terbuka;
20) Permohonan untuk memperoleh fasilitas perpajakan dan/atau proses penyelesaiannya;
21) Permintaan pelaksanaan Prosedur Persetujuan Bersama (Mutual Agreement Procedure);
22) Permohonan Kesepakatan Harga Transfer (Advance Pricing Agreement) dan/atau proses penyelesaiannya;
23) Permohonan kode aktivasi dan password dalam rangka permintaan nomor seri Faktur Pajak;
24) Pemberian tanggapan Wajib Pajak terhadap permintaan penjelasan atas data dan/atau keterangan;
25) Menerima pemberitahuan Surat Paksa; dan
26) Pelaksanaan hak dan/atau pemenuhan kewajiban perpajakan tertentu lainnya yang berdasarkan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan dapat dikuasakan.

 

Point penting dalam pemberian kuasa ini yaitu saat penyampaian surat kuasa khusus harus dilakukan pada :

  • sebelum pelaksanaan hak dan/atau pemenuhan kewajiban perpajakan tertentu yang dikuasakan; atau
  • bersamaan dengan pelaksanaan hak dan/atau pemenuhan kewajiban perpajakan tertentu yang dikuasakan.
  • dalam hal surat kuasa khusus tidak disampaikan pada waktu sebagaimana tersebut di atas, seseorang yang diberikan kuasa oleh Wajib Pajak dianggap bukan sebagai seorang kuasa dan tidak dapat melaksanakan hak dan/atau memenuhi kewajiban perpajakan tertentu dari Wajib Pajak pemberi kuasa

Pelaksanaan hak dan/atau pemenuhan kewajiban perpajakan setelah dikuasakan:

  1. Pelaksanaan hak dan/atau pemenuhan kewajiban perpajakan tertentu yang telah dikuasakan oleh Wajib Pajak kepada seorang kuasa dilakukan oleh seorang kuasa tersebut.
  2. Dalam hal Wajib Pajak berkehendak untuk melaksanakan hak dan/atau memenuhi kewajiban perpajakannya sendiri maka Wajib Pajak harus mencabut terlebih dahulu kuasa yang telah diberikan kepada seorang kuasa.
  3. Pencabutan kuasa yang telah diberikan kepada seorang kuasa harus dilakukan dengan menyampaikan secara tertulis kepada Direktur Jenderal Pajak sebelum pelaksanaan hak dan/atau pemenuhan kewajiban perpajakannya dilaksanakan sendiri oleh Wajib Pajak.
  4. Pencabutan kuasa berlaku sejak tanggal surat pencabutan kuasa diterima oleh Direktur Jenderal Pajak dan tidak berlaku surut.

Berdasarkan hal tersebut di atas, diharapkan kedepannya pelaksanaan Peraturan Menteri Keuangan No. 229/PMK.03/2014 tentang Persyaratan Serta Pelaksanaan Hak dan Kewajiban Seorang Kuasa diharapkan tidak ada lagi perbedaan persepsi antara pegawai pajak dengan wajib pajak dan/atau kuasa yang ditunjuk dalam hal pemenuhan kewajiban perpajakannya.

Salam Sukses!